Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menuai polemik dan protes masyarakat. Hal tersebut dikarenakan tidak sedikit pasal-pasal yang termaktub dalam RUU KUHP berpotensi mengkriminalisasi seluruh elemen masyarakat.
Setidaknya ada 14 pasal yang menuai kontroversi dan menjadi sorotan publik, hingga gelombang demonstrasipun terjadi diberbagai daerah. Ribuan mahasiswa turun kejalan menyuarakan penolakan pengesahan RUU yang dinilai bermasalah. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Rancangan undang – Undang Penghapusan Kekerasan Seksual RUU P-KS yang sampai saat ini tidak ada tindak lanjut.
Menyangkut dengan permasalahan tersebut Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (SEMA-F) menggelar Talk show kebangsaan yang berjudul “RUU KUHP Dikebut, RUU P-KS Tak Ada Tindak lanjut: Ada Apa?.
Dalam sambutannya Muhammad Thabrani selaku Ketua panitia mengatakan bahwa mahasiswa sebagai Agent of change patut mengetahui memahami dan ikut andil secara penuh dalam permasalan RUU KUHP ini karena mahasiswa merupakan sebuah asa dari masyarakat.
Selaras dengan hal tersebut Muhammad Wafi selaku ketua Senat Mahasiswa mengatakan bahwa , dalam permasalahan RUU KUHP ini semoga tuntutan mahasiswa mendapatkan hasil. Dan disini kit perlu tahu mengapa RUU KUHP dikebut namun RUU PKS tak ada tindak lanjut.
Acara tersebut dilaksanakan pada hari kamis, 3 oktober 2019 dan dihadiri oleh 200 peserta dari berbagai universitas dan jurusan. Nara sumber dari acara tersebut adalah Detkri Badhiron , SH.,MH. Selaku Sekretaris DPC Peradi Kulon Progo dan Khalis Mardiasih selaku penulis buku “Muslimah yang diperdebatkan”.
Dr. Mochamad Sodik S.Sos.M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada saat membuka acara mengatakan bahwa isu ini sangat menarik krena menyangkut nasib kita, karena masyarakat kita merupakan masyarakat yang terus tumbuh sehingga mahasiswa yang progresif pro humanities harus terus tumbuh.
Kalis Mardiasih pada saat talkshow menyatakan bahwa pembahasan tentang kekerasan seksual tidak banyak dibahas dalam RUU KUHP sehingga pengesahan RUU P-KS menjdi hal yang sangat urgent unruk segera disahkan , RUU Penghapusan kekerasan seksual sendiri memiliki 6 elemen kunci yaitu, pencegahan, definisi dan jenis tindak pidana, hukum acara pidana, ketentuan pidana, pemulihan dan pemantauan.
Selaras dengan hal tersebut narasumber kedua Detkri Badhiron mengatakan bahwa ukuran DPR ketika terburu buru mengesahkan RUU KUHP adalah ingin menunjukkan bahwa ada sebuah karya monumental terkait KUHP warisan belanda akan tetapi DPR melupakan rasa keadilan didalam masyarakat, tidak peka terhadap situasi hari ini sehingga menuai demonstrasi dari masyarakat. Karena tujuan utama dari dibenuknya suatu hukum adalah untuk perlindungan hak, harkat dan martabat seseoang. (titik)