Dilihat 0 Kali

UIN SUKA
Sesi Foto Bersama

Kamis, 01 September 2022 13:52:22 WIB

Diskusi Dosen: Peran Layanan dalam Membentuk Karakter Mahasiswa

Yogyakarta, Diskusi Dosen kembali dilaksanakan oleh civitas akademikan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Diskusi yang mengangkat tema Peran Layanan dalam Membentuk Karakter Mahasiswa Ssecara Spiritual dan Emosional ini diawali dengan pembukaan oleh Dr. Moh. Sodik, M.Si. selaku Dekan. Dalam pembuka diskusi Dekan menyampaikan pentingnya implementasi konsep Pendidikan dan Inklusifitas “ini penting karena fraksis dari Inklusifitas karena sudah menjadi komitmen dan perhatian bersama. Ada penebalan agama dan etnis tertentu di akhir-akhir ini terkadang merasa benar. Inilah saatnya kita membangun komitmen mengenai perbadaan itu adalah biasa saja dan karena kita tidak bisa memilih”. Menurutnya kita sebagai penyelenggara Pendidikan harus membangun kerjasama antar pihak dan diperlukan toleransi untuk mengatasi perbedaan itu. “Prinsip teologi kita harus kuat untuk mendukung itu. Kita harus meningkatkan keimanan kita dan padaa saat yang sama harus menghargai pilihan yang lain dalam konteks relasi antar agama. Guna membentuk karakter yang cerdas secara emosional dan spiritual” imbuhnya.

Diskusi yang dilaksanakan di Ruang Interaktif Center FISHUM pada 01/09/2022 dipandu oleh moderator Durotul Masu’dah, MA dengan pemantik diskusi sebagai pemateri Dr. Erika Setyanti Kusumaputri, M.Si dosen Prodi Psikologi, Dr. Bono Setyo, M.Si. dosen Prodi Ilmu Komunikasi dan Achmad Zainal Arifin, MA., Ph.D. dosen Prodi Sosiologi. Mengawali diskusi Dr. Erika menyampaikan hasil riset kualitas layanan akademik dilakukan pada 2019 sebelum pandemic dan masa dimana PTKIN sedang bersemangat untuk Internasionalisasi, bagaiamana mahasiswa S1, S2 dan S3 mengungkap mengenai layanan akademik yang ada di PTKIN nya.

Manajemen layanan ini PTKIN belum banyak diteliti, berfokus pada quality assurance dan pada ranah pemikiran terkait dll.  Bahwa PTKIN dan globalisasi kuncinya pada kualitas layanan dan harus kita perhatikan, salah satu pemeringkatan di berbagai negara layanan akademik merupakan bagian dari aitem penilaian. Bahwa seluruh stake holder harus menyadari dan melakukan bahwa semua PTKIN itu harus bersaing dalam memperoleh mahasiswa. Jadi PTKIN perlu meningkatkan kualitas layanan yang bagus guna kepuasan mahasiswa. “Survey ini sebenarnya merupakan data dinamis dan data ini perlu menjadi dasar kebijakan berikutnya sampai dengan penganggaran. Kurangnya kualitas infrastruktur dan suasana akademik bisa mempengaruhi kualitas penjaminan Mutu di PT, ini perlu dan tidak bisa diabaikan. Mahasiswa disini sebagai konsumen layanan akademik” imbuhnya. Hasil survey mahasiswa dari 6 PTKIN berada ditingkat sedang, terkait sarana prasarana. Bagaimana pembelajaran dilakukan dalam keadaan Bahagia, mereka enjoy ketika diberikan tugas walaupun banyak karena fasilitas yang ada. Kepuasan mahasiswa ini ditunjukkan terhadap fasilitas yang perlu untuk dimiliki.

Sementara itu, Dr. H. Bono Setyo mengawali diskusi dengan memaparkan hasil disertasinya yang mengangkat tema Pendidikan disabilitas. Menurutnya Pendidikan Inklusi sebuah keniscayaan. “Kita harus terus berkembang, kita sejatinya adalah kampus yang luarbiasa karena dititipi anak mahasiwa difabel. Pendidikan adalah cara anak menemukan keistimewaanya, karena setiap anak adalah istimewa” imbuhnya. Dengan Pendidikan diharapkan bisa menemukan passion yang dimiliki mahasiswa berkebutuhan khusus. Pelayanan disabilitas lebih berfokus pada aspek sarana prasarana saja, yang masih berfokus pada penyandang cacat fisik belum ke yang ranah kognitif. Kita harus toleran, simpati dan empati. Kita belum bisa menemu kenali mahasiswa yang mengalami kelainan psikis. Belum semua civitas akademika melek difabel di kampus inklusi, ini merupakan problem. Perbedaan adalah fitrah dan sunatullah supaya manusia itu saling mengenal satu dengan lainnya dan saling kita pelajari. Tantangan bagi pimpinan dan dosen bagaimana kita bisa menemukenali passionnya.

Melalui sambungan Zoom, Ahmad Zainal Arifin, PhD memberikan perspektif tentang kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual di dunia pesantren dimana intitusi pesantren sering dipandang sebagai banteng karakter. Achmad Zainal menerangkan IQ, EQ dan SQ merupakan hal penting dalam kehidupan kita. “Kita tidak sepatutnya terjebak dala satu dimensi namun harus dari beragam aspek kecerdasan saja untuk kehidupan di kampus.  IQ dan EQ hendanya saling berimbang karena EQ itu salah satu cirinya adalah memahami apa yang kita baca. Dalam menunjang Pendidikan akhlak atau karakter perlu dalam dunia Pendidikan” imbuhnya.  Kesepesialisan pesantren sekarang menjadi hal jarang ditemui,karena semua sekarang dipelajari. Di Pesantren punya jenjang keilmuan yang khas dari yang simple dan menuju yang rumit. Semakin muda usia santri dia balajar hal yang sederhana, seiring kemampuan intelektualnya maka materinya semakin komlpeks dengan ditambahi penjelasan-penjelasan, ini yang sekiranya perlu diaplikasi pada masalah pengajaran di Perguruan Tinggi. Dalam konsep pesantren ada system berkah, jika santri harus tunduk absolut pada Kyai salah satunya agar mendapat berkah. Kita perlu ekposure yang lebih intens terhadap perbedaan yang ada, bahwa Indonesia ituhanya 2 kelompok ormas besar namun di Australia ada lebih banyak lagi. intinya kita harus bisa menghormati apa yg diyakini.dosen harus punya alternatif-alternatif contoh yang lebih banyak.

Dalam diskusi ini juga para dosen yang hadir memberikan tanggapan. Denisa Apriliawati, M.Res. dosen Psikologi memberikan tanggapan tentang belum memadainya fasilitas dan system di perguruan tinggi dalam menunjang penerapan kampus inklusif, sementara itu Agus Saputro, M.Si dosen Prodi Sosiologi berpendapat, pelayanan memadai ini harusnya implementasi dari kurikulum dan proses belajar-mengajar dikelas, dimana nilai-nilai dan indikator pencapaian Pendidikan dapat maksimal diterapkan sehingga dapat menghasilkan output mahasiswa sesuai dengan capaian kurikulum. Penanggap terakhir Handini, M.I.Kom. dosen Prodi Ilmu Komunikasi menyampaikan pelayanan baik harus menjadi kultur yang melekat dalam setiap pelayanan. Utamanya dalam pelayanan terhadap mahasiswa agar menunjang prestasi dan minat belajar mahasiswa.

Tim Reportasi-Han