Diskusi Bersama Prof. Fritz Schulz Mengenai Penguatan Metodologi dan Kajian Soshum

Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan diskusi bersama Prof. Dr. Fritz Schulz dari Universität Göttingen, Jerman. Diskusi yang berlangsung Rabu (18 Maret 2010) pukul 10.00 sd 12.0O kali ini membahas tentang Penguatan Metodologi dan Kajian Soshum.

Menurut keterangan dari Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si selaku Dekan FISHUM, Prof. Fritz akan mengisi diskusi secara reguler hari Rabu dan Kamis selama beliau di Indonesia. Namun, diskusi kali ini dilakukan pembatasan peserta. Mengingat, FISHUM sebagai lembaga pendidikan juga sedang melakukan antisipasi penyebaran Covid-19 atau virus Corona. Namun bagi yang ingin ikut menyimak, bisa melihat di Live Instagram @fishum_uinsk.

"Justru dengan keadaan sekarang, kita bisa mencari hikmahnya. Selama ada Corona dosen diharapkan untuk menulis. Minimal 1 jurnal," jelasnya. Diskusi kali ini berlangsung di Ruang Sidang Lantai 2 FISHUM.

Seperti yang kita ketahui, sistem pembelajaran online dan bekerja dari rumah sudah diberlakukan sejak Senin, 16 Maret 2020 kemarin. Sehingga tidak ada aktivitas pembelajaran di kampus. Menurut beliau, FISHUM kedepannya mungkin juga akan memberlakukan sistem Shift bagi Dekanat dan Tendik.

Sementara itu, Prof Fritz menjelaskan bahwa kajian Ilmu Sosial bermula dari abad ke 19. Bagaimana sebenarnya masyarakat dunia mengalami perubahan. Inilah yang menentukan bagaimana corak ilmu sosial yang kita miliki. Poin penting yang dijelaskan oleh beliau ialah terkait dengan modernitas, secara umum yang dimulai pada abad 19 pasca revolusi industri.

Sebelumnya misalnya, masyarakat memahami kebenaran sebagai given (berasal dari tuhan) dan berorientasi menjaga keberlangsungan hukum di antaranya ialah hukum tuhan. Orientasi cara pandang kemudian berubah pada teks, masa depan dan individualitas serta aspek rasio. Karena, individu dipercayai menentukan pergerakan sosial. Bersamaan dengan itulah muncul kolonialisme.

Barat menganggap mereka lebih rasio dari pada masyarakat timur. Tetapi tidak serta merta seperti itu, munculnya bipolar juga ada di dunia ketiga. Yakni kewajiban kulit putih untuk mencerdaskan koloni.

“Terutama ilmu sosiologi, sebenarnya tidak banyak berubah. Karena dominasi paradigma prioritas masih ke barat. Satu hal yang menarik, karena sosiologi lahir dalam konteks kolonialisme dan modernitas. Sehingga bias barat agak sulit untuk dihindari. Maka dari itu tantangan bagi akademisi muda untuk melakukan kajian interdisipliner”, terang Achmad Uzair, S.IP., M.A, Ph.D saat menerjemahkan apa yang dijelaskan oleh Prof. Fritz. (tri)