Empat Pembicara Mengisi Short Course Islam in Indonesia Hari Kedua, Salah Satunya dari Jerman
Sesi 1 Hari Kedua Bersama Achmad Zainal Arifin, M.A., Ph.D.
Pada hari kedua, Rabu (16 /11/2022) kegiatan short course yang diselenggarakan oleh pusat studi MoGA UIN Sunan Kalijaga berlangsung secara luring di ruangan multimedia Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora serta daring melalui room zoom. Partisipan pada short course hari kedua ini tak kalah antusias dari hari pertama. Para peserta yang hadir secara langsung terlihat memenuhi ruangan multimedia. Begitupun dengan partisipan yang hadir secara daring, sejak sesi pertama terpantau lebih dari seratus peserta bergabung melalui room zoom.
Rangkaian short course hari kedua ini dipadatkan dengan berbagai bahasan menarik seputar kehidupan sosial muslim di Indonesia yang terbagi ke dalam empat sesi. Untuk sesi pertama, Dr. Astri Hanjarwati, M.A (dosen prodi sosiologi UIN Sunan Kalijaga) selaku moderator memandu Achmad Zainal Arifin, M.A., Ph.D yang membahas tentang “The Adaptability of Rural Muslim Community to Social Changes”. Dalam hal ini, Achmad Zainal menggambarkan bagaimana kemampuan adaptasi muslim pedesaan dengan berbagai tantangan yang ada dalam melakukan perubahan sosial, terutama mengenai isu-isu seputar pandemi Covid-19 dan tradisi keagamaan. Beliau menarik kesimpulan bahwa masyarakat selalu memiliki kearifan lokal dalam beradaptasi dengan situasi baru.
Dokumentasi Sesi Kedua, Narasumber:Ahmad Norma Permata, M.Ag.
Selanjutnya, sesi kedua mengangkat tema “Social and Political Life of Muslim Communities in Urban Area” yang diisi oleh Dr. Phill Ahmad Norma Permata, M.Ag. dan dipandu oleh Andayani, SIP, MSW. Sebelum membahas kehidupan sosial politik, beliau mengawali pembahasan dengan memberikan salah satu contoh kehidupan sosial muslim perkotaan yang sangat familiar, yaitu fenomena mudik yang menghubungkan dan melegitimasi pencapaian atau kesuksesan pribadi. Beliau pun melemparkan pertanyaan, “Mengapa urbanisasi begitu cepat terjadi?” Hal tersebut terjadi karena saat ini petani sudah tidak ada marwahnya. Tidak hanya orang tua dan pemerintah, dalam hal ini peran umat Islam secara keseluruhan dibutuhkan untuk membela dan memperjuangkan petani agar marwah petani dapat kembali hidup dan ketahanan pangan Indonesia pun dapat stabil. Beliau juga menuturkan bahwa masyarakat muslim di perkotaan seringkali salah kaprah dalam berpolitik. Dimana orang-orang hanya sibuk saat pra-pemilu. Padahal, keberlangsungan pasca pemilu jauh lebih penting. Terdapat banyak hal yang perlu diurusi dan diperhatikan.
Dokumentasi Sesi Ketiga, Narasumber:Achmad Uzair Fauzan, M.A., Ph.D.
Selanjutnya, sesi ketiga pada hari kedua ini mengangkat tema “Religion, Modernity, and Nationhood: Towards Indonesia's Critical Muslim Youth Communities”. Pembicara pada sesi ini ialah Achmad Uzair Fauzan, M.A., Ph.D. yang dimoderatori oleh Durrotul Mas’udah, M.A selaku dosen prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Achmad Uzair menjelaskan bahwa modernisasi dapat menyebabkan kemunduran agama, baik dalam masyarakat maupun dalam pikiran masing-masing orang (individu). Modernisasi dalam hal ini diartikan sebagai pemutusan dari keterbelakangan juga 'takhayul’. Beliau juga mengangkat kutipan dari Peter L. Berger yang menurutnya tepat untuk hal ini, yaitu “Mereka yang mengabaikan agama dalam analisis urusan kontemporer , mereka melakukannya dengan bahaya besar.”
Dokumentasi Sesi Ketiga, Narasumber:Prof. Fritz Schulze
Sebagai pamungkas, Prof. Fritz Schulze (Professor Southeast Asian Studies in Georg-August-Universitat Gottingen, German) menyampaikan materinya tentang “Group Interest and Identitarian Politics”. Sabiqatul Husna, M.Sc. yang merupakan dosen prodi Psikologi UIN Sunan Kalijaga memandu jalannya diskusi bersama Prof. Fritz melalui zoom meeting. Dimana pada sesi tanya jawab Prof. Fritz memaparkan mengenai tren imigran digital yang mempengaruhi politik identitas. Beliau menegaskan bahwa hal ini dapat dirasakan oleh hampir semua orang, terlebih di Indonesia yang mempraktekkan sistem demokrasi sebagai identitas politiknya. Semua orang bisa berbagi apapun melalui media sosial, termasuk salah satunya dapat mempromosikan praktik demokrasi, memengaruhi kebijakan pemerintah serta memberikan ruang bebas untuk berbicara dan berbagi informasi secara lebih bebas. Beliau juga berpendapat bahwa media sosial juga dapat membawa berita hoax bahkan hate speech yang dapat mempengaruhi identitas politik. Menurutnya media sosial hanyalah salah satu alat dari politik identitas yang dapat menjadi sarana edukasi. Dalam praktek demokratisasi di Indonesia, media sosial bisa menjadi media belajar bagi anak muda untuk bisa menemukan (informasi) yang benar.
“Tentu tidak mudah untuk bisa menghindari berita palsu. Maka harus berhati-hati, karena kebanyakan orang hanya membaca berita secara sekilas, tidak membaca argumentasi yang ada di dalamnya. Apa yang dituliskan di media sosial bisa saja tidak benar” Ujar Prof. Fritz.
Indonesia adalah masyarakat yang terbuka, sehingga identitas kelompok dan kepentingan yang dikembangkan disini sebenarnya berkaitan dengan norma sosial atau konsensus, apa yang diterima atau tidak diterima. Politik identitas dan cara pendekatan tertentu yang terkait dengan identitas pun rentan terhadap teori konspirasi.(Riandi,Agnia/tim kreatif)