“Understanding Religious Education In Indonesia” Menjadi Tema Penutup Short Course Islam In Indonesia 2022
Sesi Foto bersama Hari Ketiga
Kamis (17/11/2022) merupakan hari terakhir kegiatan short course yang diselenggarakan oleh pusat studi Moslem and Global Affairs (MoGA) FISHUM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kegiatan ini telah berlangsung sejak hari Selasa yang dibuka secara resmi oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Phil Al Makin, M.A. Pada hari kedua kemarin, kegiatan dipadatkan dengan berbagai penyampaian materi dan diskusi oleh empat pembicara. Di hari terakhir ini, tema “Understanding Religious Education in Indonesia” diangkat sebagai penutup short course. Adapun pembicaranya ialah Dr. Moch. Nur Ichwan, M.A. (Director of CISForm UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) yang dipandu oleh Ui Ardaninggar Luhtitianti, S.Sos,. M.A. (Dosen prodi Sosiologi) selaku moderator.
Diawal pembicaraannya, Dr. Moch. Nur Ichwan menyampaikan argumentasi bahwa di era pasca Orde Baru, pendidikan agama di Indonesia bersifat ‘pengakuan’ yang artinya indoktrinasi agama. Hal ini memungkinkan para pelajar mengenal agamanya masing-masing dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi dan cenderung mengabaikan agama lain. Selanjutnya Dr. Moch. Nur Ichwan menjelaskan hubungan antara agama dan negara. Beliau menjelaskan bahwa Indoensia adalah negara Pancasila yang teokratis, bukan negara yang sekuler. Namun, negara semacam ini memungkinkan adanya “religionisasi” negara secara konstitusional berdasarkan sila pertama Pancasila yakni, “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Pasal 29 UUD 1945.
Kemudian, Dr. Moch. Nur Ichwan melempar pertanyaan, “Apa itu pendidikan agama?”
Beliau pun menuturkan konsep pendidikan agama yang diadopsi dari Michael Grimmit dan dimodifikasi olehnya berdasarkan dengan kecocokan pengalamannya di Indonesia melalui tiga tahapan, yaitu belajar agama, belajar dari agama, dan belajar tentang agama.
Di Indonesia sendiri pada umumnya menerapkan ‘belajar agama’ atau ‘pendidikan mono-agama’ yang berarti pendidikan agama di Indonesia masih bersifat pendidikan agama “pengakuan”. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa belajar agama tidak bisa bersifat tunggal. Belajar agama berarti juga harus mempelajari ideologi serta identitas keagamaannya, mempelajari tradisi dan budayanya, mempelajari sisi spiritualitasnya, mempelajari konsekuensi tentang agama yang kita pelajari, dan belajar ilmu agama itu sendiri.
Pada kesempatan ini, Dr. Moch. Nur Ichwan menyampaikan bahwa terdapat dua perkembangan penting yang perlu diperhatikan dalam transformasi pendidikan agama. Pertama, tentang Kurikulum 2013 yang mengintegrasikan pendidikan agama dan etika. Dan kedua, program pemerintah yang dinamai dengan program moderasi beragama. Beliau menyimpulkan bahwa yang perlu didorong dan ditingkatkan lebih jauh dalam pendidikan agama ialah belajar dari agama-agama sekaligus belajar tentang ‘agama-agama’ yang berarti mempelajari beragam agama kerana di Indonesia terdapat banyak agama.
Rangkaian kegiatan short course ini ditutup oleh Dr. Mochammad Sodiq, S.Sos., M.Si. selaku Dekan FISHUM UIN Sunan Kalijaga. Beliau menyampaikan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah berpartisipasi, terlebih bagi yang datang langsung dari luar Jogja seperti Kediri bahkan pulau Sumatra.
“Harapannya setelah ini mungkin kita bisa menerbitkan buku bacaan dari hasil catatan pemateri sehingga bisa bareng-bareng ‘momong’ Indonesia,” ungkap Dr. Sodiq dengan bangga.
Ui Ardaninggar L, S.Sos,. M.A. selaku ketua panitia pun merasa sangat bahagia bisa melaksanakan short course. Beliau menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dan kendala-kendala selama kegiatan berlangsung. Ui Ardaninggar juga berterima kasih kepada jajaran Dekanat yang telah mendukung secara penuh. Para peserta pun mengaku kegiatan ini sangat berkesan dan berterima kasih karena diberikan kesempatan untuk belajar pada short course ini.
“Semoga peserta MoGA tahun depan bisa lebih banyak lagi ke sehingga silaturahminya juga lebih erat. Saya juga berharap ada pembicara dari Timur Tengah supaya lebih seimbang. Mungkin dari Universitas Saudi supaya ada pandangan yang berbeda jika pembicaranya dari Timur Tengah,” tutur salah satu peserta. (Riandi,Agnia/tim kreatif)