Lecturer Discussion: “Diseminasi Buku Milenial dan Cyber Religion”

Dokumentasi Lecturer Discussion
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga baru saja menggelar Lecturer Discussion bertajuk “Diseminasi Buku Milenial dan Cyber Religion” pada Jumat (1/10) siang. Acara ini digelar secara hybrid di ruang Interactive Center (IC) FISHUM dan Zoom Meeting. Pada kesempatan kali ini, FISHUM menghadirkan dua pembicara yakni KH. Hasan Zuber, S.IP., M.KP (Anggota DPR RI Komisi VIII Bidang Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan) dan Lukman Nusa, S.Ikom., M.I.Kom (Tim Penulis dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISHUM UIN Sunan Kalijaga).
Dekan FISHUM, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si. mengungkapkan alasan mengapa buku Milenial dan Cyber Religion penting untuk dibedah dan didiskusikan pada acara kali ini. Menurutnya, kaum milenial adalah generasi yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Itulah mengapa ia menegaskan bahwa anak muda harus beragama secara baik dan benar. Di sini ia juga menekankan pentingnya integrasi-interkoneksi.
Buku ini tidak hanya berbicara mengenai Indonesia tetapi juga tentang Turki. Keduanya adalah negara muslim yang memiliki keunikan masing-masing akibat perbedaan geografis wilayahnya. “Semangat kolaboratif antar negara muslim itu menarik karena masing-masing memiliki kelebihan satu sama lain,” pungkas Dr. Mochamad Sodik dalam sambutannya.
Sementara itu, dari hasil paparan Lukman Nusa, M.I.Kom., diketahui bahwa Milenial dan Cyber Religion ini merupakan kumpulan hasil riset yang dibukukan. Ia mengungkapkan bahwa judul milenial diambil dari data yang menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet dan media sosial saat ini didominasi oleh generasi milenial. Selain itu, alasan dipilihnya Indonesia dan Turki dikaitkan dengan kesamaan ajaran agama Islam yang berkembang di kedua negara tersebut.
Lukman Nusa juga menyebutkan setidaknya ada empat kesamaan antara praktik cyber religion di Indonesia dan Turki, yakni mengumpulkan informasi religius online, pemujaan dan ritual online, aktivitas misionari online, dan komunitas religius online. Keempatnya, menurut Lukman, merupakan inti dari buku yang telah ia dan rekan-rekannya tulis.
Narasumber kedua, KH. Hasan Zuber, S.IP., M.KP. memberikan tanggapan menarik terkait cyber religion. Meski digitalisasi memberikan kemudahan dalam mengakses konten keagamaan, menurutnya ada yang perlu digarisbawahi, yakni 'belajar agama tetap tidak bisa instan'. Ia juga menyampaikan terkait tiga rambu dalam proses belajar agama, yakni sumber, media, dan guru.
“Yang kita khawatirkan ada banyak pemahaman. Sesat paham atau sesat pikir. Atau pahamnya sesat, atau pikirnya sesat. Jadi, belajar agama ini tetap membutuhkan bimbingan seorang guru,” tegasnya.
Tak hanya itu, tanggapan menarik lainnya hadir dari para peserta yang berpartisipasi aktif menyampaikan pendapatan serta pertanyaan kepada narasumber. Sesi diskusi pun berjalan kondusif dan ditutup dengan penjelasan dari para narasumber. (Natasyha/Tim Kreatif)